Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai
tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi
semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh
yang lemah, apalagi jika disertai kepala yang pusing misalnya, dapat menurunkan
kualitas ranah cipta, sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak
berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa juga
dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin
terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting, sebab perubahan
pola makan dan minum serta istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif
dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat
kesehatan indera pendengar dan penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan
siswa dala menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di
kelas. Daya pendengaran dan penglihatan siswa yang rendah, misalnya, akan
menyulitkan sensory register dalam menyerap item-item informasi yang
bersifat echoic (gema dan citra). Akibat
negatif selanjutnya terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh sistem
memori siswa tersebut. Untuk mengatasi kemungkinan timbulnya masalah mata dan
telinga di atas, anda selaku guru yang profesional seharusnya bekerja sama
dengan pihak sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan rutin (periodik) dari
dinas-dinas kesehatan setempat. Kiat lain yang tak kalah penting untuk
mengatasi kekurangsempurnaan pendengaran dan penglihatan siswa tertentu ialah
dengan menempatkan mereka di deretan bangku terdepan secara bijaksana. Artinya
anda tidak perlu menunjukkan sikap dan alasan (apalagi di depan umum) bahwa
mereka ditempatkan di depan kelas karena kekurangbaikkan mata dan telinga
mereka. Langkah bijaksana ini, perlu diambil untuk mempertahankan self-esteem
dan self confedence seorang siswa akan menimbulkan frustasi yang pada
gilirannya cepat atau lambat siswa tersebut akan menjadi under achiever
atau mungkin gagal., meskipun kapasitas kognitif mereka normal atau lebih
tinggi daripada teman-temannya.
D.
Kondisi Psikologis
Banyak aspek yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antar faktor-faktor rohaniah siswa tersebutyang pada umumnya
dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut:
1.
Tingkat Intelegensi siswa
Intelegensi siswa pada umumnya, dapat diartikan sebagai kemampuan
psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau enyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan cara yang tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas
otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi,
memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi
manusia lebih menonjol daripada organ-organ tubuh lainnya, karena otak
merupakan menara pengontrol hampir seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan/intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi,
sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Hal ini bermakna, semakin
tinggi kemampua intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk
meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa,
maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.
Selanjutnya, diantara siswa-siswa yang mayoritas berintelegensi
normal itu mungkin terdapat satu atau dua orang yang tergolong gifted child,
yakni anak sangat cerdas dan anak yang sangat berbakat (IQ 140 ke atas).
Disamping itu, mungkin ada pula siswa yang berkecerdasan di bawah rata-rata (IQ
70 ke bawah).
Setiap calon guru dan guru profesional sepantasnya
menyadari bahwa keluarbiasaan intelegensi siswa, baik yang positif seperti superior
maupun ynag negatif seperti borderline, lazimya menimbulkan kesulitan
beajar bagi siswa ang bersangkutan. Di satu sisi, siswa yang cerdas sekali akan
merasa tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari sekolah, karena pelajaran
yang disajikan terlampau mudah baginya. Akibatnya, ia menjadi bosan dan
frustasi karena tuntutan kebutuhan keingintahuannya merasa dibendung dengan
cara tidak adil. Di sisi lain, siswa yang bodoh sekali akan merasa sangat payah
mengikti sajian pelajaran karena terlalu sukar baginya. Karena siswa itu sangat
tertekan, dan akhiryunya merasa bosan dan frustasi seperti yang dialami
rekannya yang luar biasa positif tadi.
Untuk menolong siswa berbakat, sebaiknya anda menaikkan kelasnya
setingkat lebih tinggi daripada kelasnya sekarang. Sementara itu, untuk
menolong siswa yang berkecerdasan di bawah normal, tindakan yang bijkasana
adalah dengan cara memindahkan penyandang intelegensi tersebut ke lembaga
pendidikan khusus untuk anak-anak penyansang kemalangan IQ.
2.
Sikap siswa
Sikap
adalah gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecedrungan mereaksi
atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek barang, dan
sebagainya, baik positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif, terutama
anda dan mata pelajaran yang anda sajikan merupakan pertanda awal yang baik
bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap
anda dan mata pelajaran anda apalagi diiringi kebecian kepada anda dapat
menimbulkan kesylitan belajar siswa tersebut.
Untik
mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negatif siswa tersebut, guru
dituntut untuk terlebih dahulu menunjukkan sikap positif terhadap dirinya serta
terhadap mata pelajarannya. Dalam hal bersikap positif terhadap mata
pelajarannya, seorang guru sangat dianjurkan untuk senanatiasa untk menghargai
dan mencintai profesinya. Guru yang demikian tidak hanya menguasai bahan-bahan
yang terdapat dalam bidang studinya, juga mampu meyakinkan kepada siswa akan
manfaat bidang studi itu bagi merka. Dengan meyakini bidang studi tertentu,
siswa akan merasa membutuhkannya dan dari perasaan itulah diharapkan muncik
sikap positif terhadap bidang studi tersebut sekaligus terhdap guru yang
mengajarkannya.
3.
Bakat siswa
Bakat
adalah kemampuan potensialyang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan
pada masa yang akan datang. Dengan demikian, setiap orang pasti memiliki bakat
dlam arti berpotensi utuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai
dengan kapasitas masing-masing.
Dalam
perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai kemampuan individu
untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan
dan latihan. Sehubungan hal ini, bakat dapat mempengaruhi tinggi rendahnya
prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Oleh karena itu, hal yang tidak
bijaksana apabila orang ta memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya
pada urusan keahlian tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang
dimiliki anaknya itu.
4.
Minat siswa
Minat
berarti kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Menurut Reber, minat tidak termasuk istilah populer dalam
psikologi, karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal
lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun,
terlepas dri masalah populer atau tidak minat yang seperti yang dipahami dan
dipakai oleh orang selama ini, dapat mempengarhi kualitas pencapaian hasill
belajar siswa dlaam bidang-bidang studi tertentu. Misalnya, seorang siswa yang
menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya ebi banyak
daripada siswa lainnya.
5.
Motivasi Siswa
Motivasi
adalah keadaan internal organisme baik manusia atau hewan yang mendorongnya
untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya untuk bertingkah aku secara terarah.
Motivasi
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu di antaranya:
a.
Motivasi Intrinsik
Keadaan
yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya meakukan
tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan
menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk
kehidupan masa depan siswa yang bersangktan.
b.
Motivasi ekstrinsik
Hal
dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk
melakukan kegiatan belajar. Seperti hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah,
suri tauladan orang tua, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret
motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswaaa dalam belajar.
Dalam
prespektif kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi
intrinsik, karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan
atau pengaruh orang lain.
Dorongan
mencapai prestasi dan dorongan memiliki pengetahuan dan keterrampilan untuk
masa depan, umpamanya, memberi pengaruh lebih kuat dan relatif lebih langgeng
dibandigkan dengan dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orang tua dan
guru.[1]