Jumat, 08 Januari 2016

METODE PEMAHAMAN HADIS MAUDHU'I


Dalam kajian hadis, para ahli biasanya menggunakan beberapa metode, seperti metode tahlili (analitis), metode maudhu’i (tematik), metode ijmali (global), metode kulli (komprehensif), dan metode muqarin (komparatif). Namun secara umum metode yang banyak dipakai adalah metode tahlili dan metode maudhu’i[1].
A.    Metode Pemahaman Hadis Tahlili (Analitis)
1.      Pengertian
Metode tahlili (analitis) adalah metode yang menjelaskanhadis-hadis Nabidengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah.[2]
Memahami hadis dengan metode ini berarti menjelaskan hadis dengan memaparkan segala aspek yang berhubungan dengan hadis tersebut, baik itu dari aspek sanadnya (perawi), uraian makna kosakatanya, makna kalimat dan ungkapan yang terkandung dalam matannya, faedahnya, sampai kepada penjelasan mengenai kualitas, asbab-wurud, mukharrij, bahkan pendapat ulama mengenai hadis yang dimaksud.
Secara umum kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahlili biasanya berbentuk ma'sur (riwayat) atau ra'y (pemikiran rasional). Syarah yang berbentuk ma'sur ditandai dengan banyaknya dominasi riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi'in atau ulama hadis. Sementara syarah yang berbentuk ra'y banyak didominasi oleh pemikiran rasional pensyarahnya.




2.      Langkah-langkah
Secara umum, langkah-langkah yang perlu kita lakukan dalam metode tahlili, sebagai berikut:
a.       Menetapkan hadis yang akan dibahas.
b.      Melakukan takhrij al-hadis yaitu menunjukkan asal-usul sebuah hadis pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadis tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.
c.       Meneliti keadaan para perawinya (sanad), termasuk bagaimana mereka menerima dan meriwayatkan hadis tersebut.
d.       Meneliti matan hadis tersebut.
e.       Menentukan mukharrijnya dan kualitas hadis tersebut.
f.       Menganalisis matan hadis, baik itu kata perkata, ungkapan atau kalimat yang terdapat dalam hadis.
g.      Menarik kesimpulan tentang makna hadis setelah menganalisisnya dengan menggunakan berbagai teknik dan pendekatan.
h.      Menjelaskan aspek-aspek yang terkait dengan hadis yang dimaksud, seperti faedah dan pendapat para ulama mengenai hadis tersebut.

3.      Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan dari metode tahlili diantaranya adalah :
a.       Ruang lingkup pembahasan yang sangat luas.
Metode analitis dapat mencakup berbagai aspek: kata, frasa, kalimat, sabab al wurud, munasabah (munasabah internal) dan lain sebagainya, sehingga memperkaya kita dengan berbagai pengetahuan sehubungan dengan hadis tersebut. Oleh karena itu, metode ini sesuai dengan orang yang ingin mengetahui secara rinci tentang suatu hadis.

b.      Memuat berbagai macam ide dan gagasan
Metode ini memberikan kesempatan pada seseorang untuk menjelaskan kandungan suatu hadis yang bisa jadi berbeda dengan oranglain. Memberikan kesempatan kepada pensyarah untuk menuangkan ide-ide dan gagasan-gagasan baru dalam menjabarkan makna suatu hadis.

Adapun kekurangan dari metode tahlili ialah:
a.       Menjadikan petunjukhadis bersifat parsial
Metode analitis menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial atau terpecah-pecah, sehingga seolah-olah hadis memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten. Hal ini kemungkinan besar karena dalam metode tahlili, tidak ada keharusan untuk membandingkan satu hadis dengan ayat Al-Qur’an atau hadis-hadis yang lain. hingga bisa jadi makna yang diperoleh tidak lengkap bahkan menjadi tidak benar.
b.      Melahirkansyarah yang subyektif
Dalam metode analitis, pensyarah tidak sadar bahwa dia telah mensyarah hadis secara subyektif, dan tidak mustahil pula ada di antara mereka yang mensyarah hadis sesuai dengan kemauan pribadinya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku. Selain itu pendekatan dengan metode ini membuka pintu bagi berbagai macam pemikiran, termasuk israiliyat.
c.       Sifat pensyarah terlalu teoretis dan tidak sepenuhnya mengacu kepada interpretasi persoalan-persoalan khusus yang terjadi masyarakat.
d.      Metode ini tidak mampu memberikan jawaban secara tuntas mengenai persoalan-persoalan yang dihadapi.


4.      Contoh Kitab-Kitab yang Menggunakan Metode Tahlili
Beberapacontohkitab yang memakaimetodeTahliliantara lain adalahkitabFath Al-Baari Bi SyarhiShahihal-BukhorikaryaIbnuHajar Al-Asqlani, Ibnatulahkam Bi Syarhi al-BulughulMaram yang dikenal denganSubul al-Salam karyaShan’ani, al-Kawakib al-Dirari Fi SyarhiShahih al-BukharikaryaSyamsuddin Muhammad bin Yusuf bin Ali al-Kirmani, kitabal-Irsyad al-Syari’ li-SyarhiShahihBukharikaryaIbnu Abbas Syihab al-Din Ahmad bin Muhammad al-QastalaniataukitabSyarah al-ZarqanialaMuwaththa’ ‘ala Imam Malikkarya Muhammad bin Abdul Baqi bin Yusuf al-Zarqani.

B.     Metode Pemahaman Hadis Maudhu’i(Tematik)
1.      Pengertian
Metode maudhu’i adalah metode pembahasan hadis sesuai dengan tema tertentu yang dikeluarkan dari sebuah buku hadis. Semua hadis yang berkaitan dengan tema tertentu, ditelusuri dan dihimpun yang kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek.[3] Misalnya, pendidikan menurut perspektif hadis dalam kitab karya Al-Bukhari atau wanita dalam kitab karya Muslim, atau menghimpun hadis-hadis yang berbicara tentang puasa ramadhan, ihsan (berbuat baik) dan lain sebagainya. Tema-tema seperti ini sekarang sedang dikembangkan dalam penulisan skripsi, tesis, dan disertasi di berbagai perguruan tinggi.

2.      Langkah-langkah
Secara umum, langkah-langkah yang ditempuh dalam metode maudhu’i adalah sebagai berikut:
a.       Menentukan sebuah tema yang akan dibahas
b.      Menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang telah ditentukan
c.       Menyusun kerangka pembahasan (out line) dan mengklasifikasikan hadis-hadis yang telah terhimpun sesuai dengan spesifik pembahasannya.
d.      Mengumpulkan hadis-hadis semakna yang satu peristiwa (tempat dan waktu terjadinya hadis sama)
e.       Menganalisis hadis-hadis tersebut dengan menggunakan berbagai teknik dan pendekatan.
f.       Meskipun metode ini tidak mengharuskan uraian tentang pengertian kosa kata, namun kesempurnaannya dapat dicapai jika pensyarah berusaha memahami kata-kata yang terkandung dalam hadis, sehingga akan lebih baik jika pensyarah menganalisis matan hadis yang mencakup pengertian kosa kata, ungkapan, asbab al-wurud dan hal-hal lain yang biasa dilakukan dalam metode tahlili.
g.      Menarik kesimpulan makna yang utuh dari hasil analisis terhadap hadis-hadis tersebut.

3.      Kelebihan dan Kekurangan
Metode maudhu’i dapat diandalkan untuk memecahkan permasalahan yang terdapat dalam masyarakat, karena metode ini memberikan kesempatan kepada seseorang untuk berusaha memberikan jawaban bagi permasalahan tersebut yang diambil dari petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan Hadis, disamping memperhatikan penemuan manusia. Sebagai hasilnya, banyak bermunculan karya ilmiah yang membahas topik tertentu menurut perspektif al-Qur’an dan Hadis. Contohnya, perempuan dalam pandangan Al-Qur’an dan hadis, dan lain-lain.
Kelebihan metode maudhu’i selain karena dapat menjawab tantangan zaman dengan permasalahannya yang semakin kompleks dan rumit, metode ini juga memiliki kelebihan yang lain, diantaranya[4]:
a.       Praktis dan Sistematis
Metode tematik disusun secara praktis dan sistematis dalam memecahkan permasalahan yang timbul. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan petunjuk al-Qur’an dan hadis dengan waktu yang lebih efektif dan efesien.
b.      Dinamis
Metode tematik membuat tafsir Al-Qur’an dan hadis selalu dinamis sesuai dengan tuntutan zaman. Sehingga, masyarakat akan terasa bahwa al-Qur’an dan hadis selalu aktual (updated), tak pernah ketinggalan zaman (outdated) dan mereka tertarik untuk mengamalkan ajaran-ajarannya. Meski tidak mustahil hal ini didapatkan dari ketiga metode yang lain, namun hal itu bukan menjadi sasaran yang pokok.
c.       Membuat Pemahaman Menjadi Utuh
Dengan ditetapkannya tema tertentu, maka pemahaman kita terhadap hadis Nabi saw. menjadi utuh. Kita hanya perlu membahas segala aspek yang berkaitan dengan tema tersebut tanpa perlu membahas hal-hal lain diluar tema yang ditetapkan.
d.      Penjelasan antar hadis dalam metode maudhu’i bersifat lebih integral dan kesimpulan yang dihasilkan mudah dipahami.[5]

Adapun kekurangannya ialah metode ini terikat pada tema yang telah ditetapkannya dan tidak membahas lebih jauh hal-hal diluar dari tema tersebut, sehingga metode ini kurang tepat bagi orang yang menginginkan penjelasan yang terperinci mengenai suatu hadis dari segala aspek.




KESIMPULAN
Dalam kajian hadis atau memahami (syarh) hadis, para ahli biasanya menggunakan beberapa metode, seperti metode tahlili (analitis), metode maudhu’i (tematik), metode ijmali (global), metode kulli (komprehensif), dan metode muqarin (komparatif). Namun secara umum metode yang banyak dipakai adalah metode tahlili dan metode maudhu’i. Setiap metode memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Metode tahlili adalah metode yang menjelaskanhadis-hadis Nabidengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah. Salah satu kitab syarh yang menggunakan metode ini ialah kitab Fathul Baari yang ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani.
Adapun metode maudhu’iadalahmetode pembahasan hadis dengan menghimpun hadis-hadis yang berkaitan dengan tema tertentu, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek. Misalnya, pendidikan dalam perspektif hadis (hadis tarbawi).


DAFTAR PUSTAKA
Khon, Abdul Majid. 2014, Takhrij dan Metode Memahami Hadis,Jakarta: Amzah
Baidan, Nashruddin. 1998, Metode Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Shihab, M. Quraish. 1996, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizans


[1]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Cet.13 ; Bandung : Mizan, 1996), h.86
[2] Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, (Jakarta: Amzah, 2014), hal. 141
[3]Ibid.
[4] Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 165-167
[5] Abdul Majid Khon, Op. Cit., hal. 141

Tidak ada komentar:

Posting Komentar